2019/02/18

Birokrasi Majapahit

Dari Pararaton dan Nāgarakṛtāgama dapat diketahui bahwa sistem pemerintahan dan politik Majapahit sudah teratur dengan baik dan berjalan lancar. Konsep politik ini menyatu dengan konsep jagat raya, yang melahirkan pandangan kosmoginos. Majapahit sebagai sebuah kerajaan mencerminkan doktrin tersebut, kekuasaan yang bersifat teritorial dan desentralisasi dengan birokrasi yang terinci. Raja yang dianggap sebagai penjelmaan dewa tertinggi, memegang otoritas politik tertinggi dan menduduki puncak hierarki kerajaan.
Dalam susunan birokrasi demikian, semakin dekat hubungan seseorang dengan raja maka akan semakin tinggi pula kedudukannya dalam birokrasi kerajaan. Nāgarakṛtāgama pupuh 89 : 2 memberitakan bahwa hubungan negara dengan desa begitu rapat seperti singa dengan hutan. Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan.

apan ikang pura len swawisaya kadi singha lawan sahana
yan rusaka thani milwa ng akurang upajiwa tikang nagara
yan taya bhrtya katon waya nika paranusa tekangreweka
hetu nikan pada raksan apageha lakih phala ning mawuwus
(Negara dan desa bersambung rapat seperti singa dan hutan, Jika desa rusak, negara akan kekurangan bahan makanan, Kalau tidak ada tentara, negara lain mudah menyerang kita, Karenanya peliharalah keduanya, itu perintah saya!)
Struktur birokrasi dalam hierarki Majapahit dari tingkat pusat ke jabatan yang lebih rendah adalah:
  1. raja;
  2. yuwaraja/kumaraja (raja muda);
  3. rakryan mahamatri katrini;
  4. rakryan mantri ri pakirakiran;
Raja adalah pemegang otoritas tertinggi, baik dalam kebijakan politik mau pun istana lainnya. Kedudukannya diperoleh dari hak waris yang telah digariskan secara turun-temurun. Di samping raja, ada kelompok yang disebut sebagai Bhatara Sapta Prabu semacam Dewan Pertimbangan Agung. 

Dalam Nāgarakṛtāgama (Pupuh 73:2), dewan ini disebut Pahom Narendra yang beranggotakan sembilan orang; sedangkan dalam Kidung Sundayana disebut Sapta Raja.
kunang i pahom narendra haji rama sang prabhu kalih sireki pinupul
ibu haji sang rwa tansah athawanuja nrepati karwa sang priya tumut
gumunita sang wruheng gumunadosa ning bala gumantyane sang apatih
linawelawo ndatan hana katrpti ning twas mangun wiyoga sumusuk

Pada masa Raja Dyah Hayam Wuruk, mereka yang menduduki jabatan tersebut di antaranya:
Raja Hayam Wuruk;
Kertawardhana (Ayah Sang Raja);
Tribhuwana Tunggadewi (Ibu Suri);
Rajadewi Maharajasa (Bibi Sang Raja);
Wijayarajasa (Paman Sang Raja);
Rajasaduhiteswari (Adik Sang Raja);
Rajasaduhitendudewi (Adik Sepupu Sang Raja);
Singawardhana (Suami Rajasaduhiteswari);
Rajasawardhana (R. Larang, Suami Rajasaduhitendudewi).
Yuwaraja/Rajakumara/Kumaraja (Raja Muda)

Jabatan ini biasanya diduduki oleh putra mahkota. Dari berbagai prasasti dan Nāgarakṛtāgama diketahui bahwa para putra mahkota sebelum diangkat menjadi raja pada umumnya diberi kedudukan sebagai raja muda. Misalnya, Jayanagara sebelum menjadi raja, terlebih dahulu berkedudukan sebagai rajakumara di Daha.

Hayam Wuruk sebelum naik takhta menjadi raja Majapahit, terlebih dahulu berkedudukan sebagai rajakumara di Kabalan. Jayanegara dinobatkan sebagai raja muda di Kadiri tahun 1295.
Pengangkatan tersebut dimaksud sebagai pengakuan bahwa raja yang sedang memerintah akan menyerahkan hak atas tahta kerajaan kepada orang yang diangkat sebagai raja muda, jika yang bersangkutan telah mencapai usia dewasa atau jika raja yang sedang memerintah mangkat.

Raja muda Majapahit yang pertama ialah Jayanegara. Raja muda yang kedua adalah Dyah Hayam Wuruk yang dinobatkan di Kahuripan (Jiwana). Pengangkatan raja muda tidak bergantung pada tingkatan usia. Baik raja Jayanegara mau pun Hayam Wuruk masih kanak-kanak, waktu diangkat menjadi raja muda, sementara pemerintahan di negara bawahan yang bersangkutan dijalankan oleh patih dan menteri.

Rakryan Mahamantri Katrini
Jabatan ini merupakan jabatan yang telah ada sebelumnya. Sejak zaman Mataram Kuno, yakni pada masa Rakai Kayuwangi, jabatan ini tetap ada hingga masa Majapahit. Penjabat-penjabat ini terdiri dari tiga orang yakni:
  1. rakryan mahamantri i hino,
  2. rakryan mahamantri i halu, dan
  3. rakryan mahamantri i sirikan.
Ketiga penjabat ini memunyai kedudukan penting setelah raja, dan mereka menerima perintah langsung dari raja. Namun, mereka bukanlah pelaksana-pelaksana dari perintah raja; titah tersebut kemudian disampaikan kepada penjabat-penjabat lain yang ada di bawahnya. Diantara ketiga penjabat itu, rakryan mahamantri i hino-lah yang terpenting dan tertinggi. Ia memunyai hubungan yang paling dekat dengan raja, sehingga berhak mengeluarkan piagam (prasasti). Oleh sebab itu, banyak para ahli yang menduga jabatan in dipegang oleh putra mahkota.
Rakryan Mantri ri Pakirakiran

Jabatan ini berfungsi semacam Dewan Menteri atau Badan Pelaksana Pemerintah. Biasanya terdiri dari lima orang rakryan (para tanda rakryan), yakni:
Rakryan Mahapatih atau Patih Amangkubhumi;
Rakryan Tumenggung (Panglima Kerajaan);
Rakryan Demung (Kepala Rumah Tangga Kerajaan);
Rakryan Rangga (Pembantu Panglima);
Rakryan Kanuruhan (penghubung dan tugas-tugas upacara).

Para tanda rakryan ini dalam susunan pemerintahan Majapahit sering disebut Sang Panca ring Wilwatikta atau Mantri Amancanagara.
Dalam berbagai sumber, urutan jabatan tidak selalu sama. Namun, jabatan rakryan mahapatih (patih amangkubhumi) adalah yang tertinggi, yakni semacam perdana menteri (mantri mukya). Untuk membedakan dengan jabatan patih yang ada di negara daerah (propinsi) yang biasanya disebut mapatih atau rakryan mapatih, dalam Nāgarakṛtāgama jabatan patih amangkubhumi dikenal dengan sebutan apatih ring tiktawilwadika. Gajah Mada sebagai patih adalah Sang Mahamantri Mukya Rakyran Mapatih Gajah Mada

Berikut Nama Nama Patih Majapahit menurut Kitab Pararaton :
Mahapatih Nambi 1294 – 13162.
Mahapatih Dyah Halayuda (Mahapati) 1316 – 13233.
Mahapatih Arya Tadah (Empu Krewes) 1323 – 13344.
Mahapatih Gajah Mada 1334 – 1364
Mahapatih Gajah Enggon 1367 – 1394.
Mahapatih Gajah Manguri 1394 – 13987.
Mahapatih Gajah Lembana 1398 – 14108.
Mahapatih Tuan Tanaka 1410 – 1430

Dharmadhyaksa
Dharmadhyaksa adalah penjabat tinggi yang bertugas secara yuridis mengenai masalah-masalah keagamaan. Jabatan ini diduduki oleh dua orang, yaitu:

Dharmadhyaksa ring Kasaiwan untuk urusan agama Siwa,
Dharmadhyaksa ring Kasogatan untuk urusan agama Buddha.
Masing-masing dharmadhyaksa ini dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh sejumlah pejabat keagamaan yang disebut dharmaupapatti atau upapatti, yang jumlahnya amat banyak. Pada masa Hayam Wuruk hanya dikenal tujuh upapatti, yakni: sang upapatti sapta:
sang pamget i tirwan,
kandhamuni,
manghuri,
pamwatan,
jhambi,
kandangan rare, dan
kandangan atuha.

Diantara upapatti itu ada pula yang menjabat urusan sekte-sekte tertentu, misalnya: bhairawapaksa, saurapaksa, siddahantapaksa, sang wadidesnawa, sakara, dan wahyaka.
Paduka Bhatara (Raja Daerah)
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian tengah Jawa. 
Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara yang bergelar Bhre. Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan mereka berada di bawah raja Majapahit sebagai raja-raja daerah yang masing-masing memerintah sebuah negara daerah. Biasanya mereka adalah saudara-saudara raja atau kerabat dekat.

Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang mereka pimpin.
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja.

No comments:

Post a Comment